Pemerintah Harus Klarifikasi Terkait Impor Beras
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo (F-PG)/Foto:Jayadi/Iw
Rencana Pemerintah untuk mengimpor beras sebesar 500 ribu ton menimbulkan pro kontra dari sejumlah pihak. Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo meminta pemerintah memberikan klarifikasi terkait rencana yang sempat menjadi pemberitaan di berbagai media awal 2018 ini.
“Mohon kiranya dari pemerintah bisa memberikan suatu klarifikasi dengan memberikan data yang sangat transparan kepada publik. Kita akan rapat dengan Bulog dan Kementerian Pertanian, dan mungkin kita akan minta rapat gabungan antara Komisi IV dan Komisi VI, untuk meminta klarifikasi kepada pemerintah,” kata Firman, usai acara penetapan Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/01/2018).
Politisi F-PG itu melihat ada beberapa kejanggalan dalam rencana impor beras ini. Pertama, impor beras itu dilakukan apabila produksi pangan nasional tidak memenuhi kebutuhan nasional. Sementara statement Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo menunjukkan bahwa pasokan pangan di Indonesia dalam kategori aman.
“Sulawesi Selatan itu sekarang sudah over produksi, sudah surplus. Bahkan beliau mengatakan hari ini, 82 ribu ton dan kemudian bulan Januari dan Februari sekitar 1,5 juta ton. Belum di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan wilayah-wilayah lainnya,” jelasnya.
Kedua, masih kata Firman, adanya koordinasi yang tidak sesuai antara Kementerian Perdagangan dengan pihak terkait. “Kenapa Menteri Perdagangan itu mengambil keputusan, dan hanya berkoordinasi dengan pelaku dagang, bukan berkoordinasi dengan lintas kementerian terkait. Nah ini yang tentunya menjadi pertanyaan publik,” tambahnya.
Ketiga, Firman menilai ada permainan pada pelaku dagang. Sebab pada saat panen raya, harga serapan gabah di petani rendah, sementara harga beras di pasaran sangat tinggi. Bahkan mencapai Rp 10.000 ke atas untuk beras medium dan Rp 12.000 ke atas untuk beras premium.
Dengan adanya kelonjakan harga seperti ini, nilai Firman, tentunya akan mendorong terjadinya impor. Sebab negara-negara produsen besar seperti Vietnam dan Thailand setiap 3 sampai 4 bulan sekali mengalami kelebihan poduksi, sehingga akan menjual kelebihannya dengan harga yang lebih murah ke negara-negara yang membutuhkan. Hal ini tentu akan merugikan baik petani maupun pemerintah.
“Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, perlu ada klarifikasi dari pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Sebab masalah ini menyangkut hajat hidup banyak orang,” tutup politisi asal dapil Jawa Tengah itu. (apr/sf)